Credit img: Freepik.com |
Apa sih Real Estate itu?
Real estate didefinisikan sebagai tanah dan bangunan atau buatan manausia lainnya yang melekat pada tanah, ia merupakan bentuk fisik dan berwujud yang dapat dilihat dan disentuh, bersama-sama dengan tambahan lain yang terdapat pada, diatas atau di bawah tanah atau di bawah permukaan bumi. Real estate dan properti mempunyai maksud yang sama, hanya saja kata properti lebih populer di Indonesia yang artinya bentuk bangunan, sedangkan real estate lebih dikenal suatu kawasan perumahan.
Perkembangan daerah perkotaan ditandai dengan banyaknya pembangunan real estate oleh para pengembang/developer sebagai barang yang diperdagangkan. Real estate yang dibangun oleh para developer biasanya dalam bentuk hunian, seperti: kawasan perumahan, town house dan apartemen/kondominium; tempat usaha, seperti: ruko atau rukan, kawasan industry dan pergudangan, dan kompleks perkantoran. Usaha Real Estate sangat menguntungkan, karena faktor permintaan yang sangat tinggi, baik yang membeli properti untuk tujuan investasi maupun untuk digunakan sendiri. Margin keuntungan yang tinggi dari bisnis real estate tersebut diperoleh dari selisih harga beli tanah mentah yang belum dimatangkan dengan harga jual tanah dan bangunan yang sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas infrastruktur dan lingkungan yang memadai.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan(Wajib Pajak real estate) dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final dengan dasar hukum pasal 4 ayat (2) bagian d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tantang perubahan keempat Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang perubahan ketiga Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor. SE-80/PJ/2009 tentang Pelaksanaan PPh yang bersifat final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Yang dimaksud Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan(WP Real Estate) adalah wajib pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai barang dagangan, termasuk pengembang kawasan perumahan, pertokoan, pergudangan, industri, kondominium, apartemen, rumah susun dan gedung perkantoran
Ketentuan Pengenaan PPh Final atas Penghasilan dari Usaha Real Estate
Ketentuan Pengenaan PPh Final atas Penghasilan dari Usaha Real Estate
Dasar Hukumnya adalah:
1. Pasal 4 ayat(2) bagian d Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
5. Direktorat Jenderal Pajak, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-26/PJ/2010 tentang Tata cara Penelitian Surat Setoran atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor. SE-80/PJ/2009 tentang Pelaksanaan PPh yang bersifat final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Subjek dan Objek PPh Final Usaha Real Estate adalah:
1. Subjek PPh Final Usaha Real Estate
Yang menjadi Subjek Pajak PPh Final Usaha Real Estate adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai barang dagangan(Wajib Pajak Real Estate) atau mempunyai usaha pokok melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
2. Objek PPh Final Usaha Real Estate
Yang menjadi Objek Pajak PPh Final Usaha Real Estate adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Real Estate dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai barang dagangan.
Tarif, Dasar Penghitungan, dan Saat Terhutang PPh Final Usaha Real Estate.
1. Tarif PPh Final Usaha Real Estate
Tarif Pajak Penghasilan atas Usaha Real Estate atau Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditetapkan berdasarkan pasal 4 ayat (1) PP No.71 Th 2008, yang besarnya tarif pajak dibedakan atas 2 macam sesuai dengan jenis rumah yang dialihkan, yaitu:
a. Sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
b. Sebesar 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana.
Rumah Sederhana adalah Rumah Sederhana Sehat dan Rumah Inti Tumbuh yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rumah Susun Sederhana adalah bangunan bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian yang dilengkapi dengan KM/MC dan dapur baik bersatu dengan unit hunian maupun terpisah dengan penggunaan komunal termasuk Rumah Susun Sederhana Milik, yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Batasan Rumah Sederhana, Rumah Sangat Sederhana, Rumah Susun Sederhana diatur dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.3/2008, sebagai berikut:
1). Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang perolehannya, secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan:
a). harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah); dan
b). merupakan rumah pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak dimiliki.
2). Termasuk Rumah Sederhana dan Rumah Sangat Sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat/RSH) dan Rumah Inti Tumbuh (RIT) yang diserahkan kepada Bank dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang memenuhi ketentuan:
a). harga jual tidak melebihi Rp 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah);
b). dibeli oleh bank dengan tujuan untuk dijual kembali kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah dalam rangka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; dan
c). rumah tersebut harus dijual kembali kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibeli.
2. Dasar Penghitungan PPh Final Usaha Real Estate
Dasar Penghitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari Usaha Real Estate adalah jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak(NJOP) PBB atas tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan pada saat ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat yang berwenang
3. Saat Terutangnya PPh Final Usaha Real Estate
Saat terutang pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan, baik dalam kegiatan usahanya maupun di luar kegiatan usahanya adalah pada saat ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat yang berwenang.
Pejabat yang berwenang
Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (4) PP No.48 Th 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP No.71 Th.2008 adalah :
Saat terutang pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan, baik dalam kegiatan usahanya maupun di luar kegiatan usahanya adalah pada saat ditandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat yang berwenang.
Pejabat yang berwenang
Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (4) PP No.48 Th 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP No.71 Th.2008 adalah :
1. Notaris;
2. Pejabat Pembuat Akta Tanah(PPAT);
3. Camat;
4. Pejabat Lelang; atau
5. Pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Rumus Penghitungan PPh Final Usaha Real Estate .
Rumus Penghitungan Pajak Penghasilan Final atas penghasilan dari Usaha Real Estate sebagai berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x DPP
4. Pejabat Lelang; atau
5. Pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Rumus Penghitungan PPh Final Usaha Real Estate .
Rumus Penghitungan Pajak Penghasilan Final atas penghasilan dari Usaha Real Estate sebagai berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x DPP
Pajak Terutang = 5% atau 1% x jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Tata Cara Pembayaran PPh Final Usaha Real Estate
Tata Cara Pembayaran PPh Final Usaha Real Estate
Terhadap Wajib Pajak Usaha Real Estate terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor. SE-80/PJ/2009 tentang Pelaksanaan PPh yang bersifat final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu;
1. Pembayaran PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan;
a. paling lama 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran, dalam hal pembayaran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan cara angsuran;
b. sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, dalam hal jumlah seluruh pembayaran secara angsuran tersebut kurang dari jumlah bruto nilai pengalihan hak.
2. Dalam hal pembayaran atau angsuran atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan sebelum 1 Januari 2009 dan penjualan atas pengalihan tersebut belum diakui sebagai penghasilan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan tersebut sampai dengan 31 Desember 2008, maka PPh Final atas pembayaran atau angsuran tersebut harus dibayar sebelum akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
3. Dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan di cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut dapat dilakukan oleh cabang. Namun seluruh pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dicabang harus dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
4. Dalam hal terdapat dua atau lebih Wajib Pajak bekerja sama membentuk Kerja Sama Operasi (KSO)/Joint Operation (JO) melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan maka PPh Final atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dibayar oleh masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO.
5. Dalam hal PPh Final sebagaimana dimaksud dalam angka 4 di atas telah dibayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama KSO atau salah satu anggota KSO maka SSP tersebut dipindahbukukan ke masing-masing anggota KSO sesuai dengan bagian penghasilan yang diterima masing-masing anggota KSO.
Ketentuan Khusus tentang PPh Final Usaha Real Estate
Terhadap Wajib Pajak Badan, termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang Pelaksanaan Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berlaku ketetuan sebagai berikut;
1. Atas kerugian dari usaha pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang masih tersisa sampai dengan tahun pajak 2008 hanya dapat dikompensasikan sampai dengan Tahun Pajak 2008;
2. Sejak Masa Januari 2009 tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pasal 25 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaiman telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 terkait dengan penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
3. Pelaksanaan aturan peralihan Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 dijabarkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 tentang Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang penegasannya sebagai berikut :
a. Wajib Pajak badan, termasuk koperasi, yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang:
1). melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari 2009 dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang; dan
2). penghasilan atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada angka 1) telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi, pengenaan pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, yaitu :
• Dalam pasal 6 yang berbunyi:….. bagi Wajib Pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pengenaan Pajak Penghasilannya berdasarkan ketentuan umum pasal 16 ayat (1) dan pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994."
• Dalam pasal 8 ayat (1) yang berbunyi: Bagi Wajib Pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi yang sejenis, yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bersifat final.
b. Atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang memenuhi ketentuan huruf a di atas, tidak dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Bebas Pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat Final dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1). Permohonan untuk memperoleh surat keterangan bebas pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final diajukan secara tertulis oleh Wajib Pajak badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak badan yang bersangkutan terdaftar dengan format yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2). Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas Pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final harus dilampiri dengan daftar tanah dan/atau bangunan yang penghasilan atas pengalihannya telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sesuai format yang ditetapkan yang diisi dengan lengkap meliputi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembeli tanah dan/atau bangunan.
Sehubungan dengan nama dan NPWP pembeli yang tercantum dalam SKB, ditegaskan bahwa :
- NPWP pembeli wajib dicantumkan dalam permohonan SKB, kecuali berdasarkan ketentuan perpajakan pembeli tersebut tidak wajib memiliki NPWP;
- nama pembeli yang tercantum dalam permohonan SKB adalah pembeli yang tercantum dalam Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB);
- dalam hal terjadi perubahan PPJB sehingga WP Badan real estat menerima atau memperoleh penghasilan dari perubahan PPJB tersebut, maka SKB hanya dapat diterbitkan apabila WP Badan real estat dapat membuktikan bahwa penghasilan dari perubahan PPJB tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang bersangkutan dan Pajak Penghasilan atas penghasilan tersebut telah dilunasi.
3). Dalam hal ditemukan data atau keterangan lain yang menunjukkan ketidakbenaran data yang disampaikan oleh Wajib Pajak, Surat Keterangan Bebas Pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat Final yang telah diterbitkan dinyatakan tidak berlaku dan Pajak Penghasilan ditagih kembali berikut sanksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.